Pertarungan Dimulai Pukul 2 Dini Hari πŸŒ™

 At this moment...

Saya sudah terkubur terlalu lama dalam lengangnya pencarian menuju pelabuhan penantian. Karena semakin saya menanti, semakin pula saya dipaksan menyudahi. Perkara menanti sesuatu yang pasti memang berat, bahkan untuk saya yang selalu acuh tak acuh pada segala hal. Singkatnya, kuat saya semakin terkuras dengan adanya waktu yang termakan tanpa makna.

Lagi...

Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, pun bagaimana membuat segala sesuatu makin membaik. Setelah hilang suatu rasa untuk mencintai lebih dalam dengan keyakinan penuh, saya tidak mempunyai apa-apa lagi untuk menjadi alasan baginya bertahan. Seperti sedia kala saat awal memperjuangkan segalanya, di-ghosting (buseet, pake bahasa keren pulak!). Dengan begitu banyak pertengkaran yang berlangsung antara kami, dan tidak begitu banyak membuahkan penyelesaian atau keharmonisan, kami masing-masing menciptakan jarak yang tak mungkin diperbaiki. Dan mungkin untuknya jarak itu tidak mempengaruhi sama sekali. Dia punya begitu banyak hal untuk dilakukan serta merta, sedangkan saya punya banyak waktu untuk merenung tentang dirinya dalam genggaman ketidakpastian.

Sungguh, yang saya butuhkan hingga saat ini adalah meluapkan segala perasaan saya. Kebingungan yang terlalu kentara membuat saya buta arah kemana saya harus bercerita, atau kepada siapa saya harus mencurahkannya. Tidak ada trust-person yang bisa saya ceritakan begitu saja, dan saya juga terlalu meragu akan respon mereka terhadap permasalahan saya. Saya hanya ingin didengar, tapi kadang yang saya terima adalah "alaah, sudah deh. Nanti juga balikan, nanti juga baikan". Ya, siklus hubungan kami hanya berputar-putar di situ saja; saling sayang, bertengkar, berbaikan, saling saya, bertengkar, berbaikan.. Dan mudah ditebak, sehingga respon begitu banyak orang sama pada akhirnya.

Suatu waktu saya tidak bisa tidur karena hal tersebut, hingga akhirny saya menatap HP dalam kekosongan, padahal sedang ada lagu kesukaan saya (BTS).. Seringkali saya mulai stress di pukul dua dini hari. Saat-saat kruasil untuk saya, mau bertahan untuk tetap terjaga, ataukah menyudahi pikiran canggung saya dan tertidur untuk melanjutkannya esok hari. Tidak pernah seharipun saya tidak terpikir akan hal itu. Hal-hal mengenai hubungan saya, mengenai kenapa kami semakin berjarak, dan kenapa semuanya terasa berbeda sekarang. Ketakutan menghantui saya dengan sejuta "what if...".

What if...

He find someone new and leave me alone?

What if...

He didn't love me anymore?

What if...

I become crazy becoz thinking bout him?

What if...

everything disappear?

What if...

he is the person I need the most and I need others, so I will do anything to always be with him, and let no one touch him, so he feel uncomfortable and think that I'm selfish?


Saya adalah saya yang selalu sama, overthinking terhadap segala hal yang belum tentu terjadi. Oleh karena itu sikap posesif saya tercipta berlebihan, dan dia jenuh dengan semua itu. Hati ini selalu menangis, bersedih akan kemungkinan-kemungkinan yang mengerikan dalam hidup; akan satu-satunya hal yang mungkin saya takutkan akan terjadi.

Saya merasa menderita seorang diri, menanggung pemikiran sulit yang saya ciptakan sendiri, yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang saya mulai sendiri, yang tidak mampu meminta dia untuk tetap tinggal dan jangan pergi, yang tak akan pernah bisa mengontrol diri untuk tenang dan lebih berpikir jernih. Penderitaan yang selalu saya bawa kemanapun, di waktu apapun, tanpa seorangpun tahu.

Pada akhirnya, pelampiasan saya hanya pada pukul dua dini hari. Pergolakan batin antara melupa atau menyiksa diri lagi, menoreh luka atau menghempas asa yang berlebihan itu.

Dua dini hari, akan menjadi pertarungan sengit tanpa tahu kapan akan berakhir.


Komentar

Postingan Populer